Ditengah-tengah
kesibukan PDT, para awardee mendapatkan break Idul Fitri selama 2 minggu. Biasanya,
tradisi mudik saat lebaran adalah hal yang dinanti-nanti oleh para perantau.
Entah mengapa, keinginan saya untuk mudik sirna karena adanya misi untuk dapat
berkeliling pulau Jawa (mumpung saya masih di Jakarta). Pilihan saya pun jatuh
pada kota Bandung karena sering mendengar cerita dari teman dan media tentang
indahnya alam dan tata kota Bandung. Hal yang saya lakukan saat memutuskan
tidak mudik dan ingin menjelajah Bandung adalah mencari teman yang memiliki
visi yang sama. Luckily, I found Umunnisa Hidayati(Awardee AAS yg juga berasal
dr Aceh dan tidak memiliki hasrat mudik) yang akhirnya menjadi travelmate saya :)
Untuk
transportasi, kami memilih moda kereta agar lebih nyaman dan terhindar
dari macet akibat musim mudik. Tiket kereta dari Jakarta-Bandung kami beli melalui
PT. KAI website dan berhasil membandrol tiket kereta kelas eksekutif dengan
harga 100.000/one way /org.
Untuk
memudahkan mobilitas selama di Bandung, kami menggunakan jasa Sava Rental
Motor Bandung dan menyewa motor Scoopy dengan harga peak season Rp.
100.000/day. Jika low season, harga sewa hanya Rp. 70.000/hari. Biaya yang
dibayarpun sudah include 2 helm, mantel hujan dan antar-jemput motor ke tempat
yang diinginkan. Sangat memudahkan :)
Selanjutnya,
kami pun mulai mencari-cari dan membanding-bandingkan beberapa akomodasi
lewat traveloka dan akhirnya memutuskan untuk membooking Pagar Putih
Guest House Syariah yang terletak di Jl. Cigadung Raya Timur. Menurut saya, penginapan ini recommended
banget untuk backpackers dan juga keluarga dengan budget yang tidak begitu
besar (±Rp. 120.000/mlm/2 guests). Selain lokasinya yang strategis dan laundry
juga tersedia(walaupun bayar, hehe), kamarnya bersih dan nyaman. Dan yang paling
penting, guest house ini memiliki tempat parkir motor yang aman saat malam hari
yang membuat kami tidak was-was dengan motor sewaan kami ;)
Akomodasi yang kami tempati selama di Bandung |
Jumat
8 Juli 2016 pukul 3 sore, kami pun langsung menghungi Sava rental motor untuk
mengabari bahwa kami sudah sampai di stasiun Bandung dan meminta agar motor
diantar ke stasiun. Tidak perlu menunggu lama, kami pun melakukan transaksi dan
menyelesaikan segala keperluan administrasi. Dengan bermodalkan motor sewaan,
akhirnya kami memulai per-bolang-an di Bandung, yeay!!!Walau sudah sore dan lelah
di perjalanan, kami tidak mau menyia-nyiakan waktu dan langsung bergerak menuju
kota Bandung setelah berhasil menemukan penginapan lewat bantuan GPS dan
menaruh barang di penginapan. Berhubung masih dalam suasana lebaran, pengunjung
kota Bandung saat itu sangat ramai mengakibatkan semua destinasi wisata di
kawasan kota seperti Jl. Braga, Museum Asia-Afrika, Gedung Merdeka,
Alun-Alun Bandung dan Mesjid Raya penuh sesak dan sulit sekali
menemukan spot foto yang bagus juga pengunjung harus rela mengantri panjang
hanya untuk sekedar mengabadikan moment. Saya dan teman saya akhirnya
memutuskan untuk kembali ke penginapan di malam hari dengan harapan jumlah
pengunjung akan berkurang. Faktanya, asumsi tinggallah asumsi dan kami pun
harus merelakan diri untuk menikmati suasana malam kota Bandung yang penuh
dengan keramaian.
Suasana keramain malam di depan Mesjid Raya Bandung |
Exploration – Day One (Sabtu, 9 Juli 2016)
Untuk
menghindari macet di musim mudik seperti saat ini, saya dan teman saya
memutuskan untuk memulai perjalanan pagi-pagi
sekali pukul 6.30 menuju gedung sate. Dan benar saja, di sana kamilah
yang menjadi pengunjung pertama dan bebas berpose tanpa gangguan dari
pengunjung lainnya. Hihi. Dari gedung sate, kami pun berjalan menuju Taman
Lansia yang letaknya bersebrangan. Ramai masyarakat Bandung mulai dari
anak-anak, remaja hingga orang tua sedang melakukan excercise di kawasan taman
yang asri dan memang didesign untuk memotivasi masyarakat Bandung agar lebih
rajin berolahraga. Setelah melakukan jogging dan menikmati bubur ayam yang
dijual di kawasan Taman Lansia, kami kembali ke penginapan untuk beberes diri
dan kemudian melanjutkan perbolangan ke kampus ITB. Di sana, kami menyempatkan
diri untuk melaksanakan shalat dzuhur di mesjid fenomenal, mesjid Salman ITB, sebelum mengeksplor mall “Paris Van Java”
yang menurut saya konsepnya sangatlah unik. Design mall ini sangatlah modern
dengan konsep “outdoor in indoor”. Setelah santap siang di Paris Van Java, kami
pun melanjutkan perjalanan menuju Cihampelas walk yang dikenal dengan
Ciwalk. Tempat ini merupakan pusat perbelanjaan masyarakat Bandung yang waktu
itu sangat penuh sesak dengan pengunjung sehingga menyebabkan jalanan macet. Karena
terlalu ramai orang, kami memutuskan untuk tidak mengeksplor tempat ini, tapi
tetap saja harus mendapatkan satu pose foto di depan tulisan Cihampelas Walk,
hihi. Kemudian kami pun meneruskan laju motor ke destinasi selanjutnya yaitu UPI
(Universitas Pendidikan Indonesia) untuk melihat langsung kampus yang telah
melahirkan banyak pendidik-pendidik berprestasi di Indonesia. Kampus ini
sangatlah asri dan saya bisa membayangkan belajar di suasana yang senyaman ini
pasti sangatlah kondusif. Setelah berfoto dan selfie2 di beberapa spot di
kampus ini, azan magrib pun menggema dan kami menunaikan shalat jama’ qashar
Magrib dan Isya’ di mesjid kampus UPI sebelum melanjutkan perjalanan ke bukit
Punclut untuk melihat city light kota Bandung dari ketinggian.
Landscape Gedung Sate- Gedung Pemerintahan Jawa Barat |
Suasana pagi di Taman Lansia |
Kampus UPI |
Again, esok harinya, karena khawatir akan terjebak macet dan terlalu ramai pengunjung di tempat2 yang akan kami kunjungi, kami memulai perjalanan pukul 6 pagi berhubung tujuan hari ini adalah kawasan Lembang yang notabene memang favorit destinasi bagi pengunjung lokal maupun mancanegara. Tujuan pertama kami adalah “Farm House” yang mengusung konsep pedesaan ala-ala Eropa. Harga tiket masuk Rp. 20.000 dan alhamdulillah bisa ditukarkan dengan susu. Di sini, banyak sekali spot-spot fotografi yang indah seperti rumah Hobbit, rumah dengan style Eropa, gembok cinta, kafe yang bergaya klasik, dan bahkan bisa berfoto dengan pakaian ala Eropa yang memang harus disewa terlebih dahulu (Kalau saya tidak salah, pada saat itu harga sewanya adalah Rp. 75.000).
Spot foto di rumah Hobbit Farm House |
Setelah
puas cekrek sana-sini, kami bergegas menuju Bosscha Observatorium. Unfortunately,
it was closed karena hari Minggu. Huhu. Salah kami juga karena tidak mengecek
informasi terlebih dahulu tentang jadwal kunjungan, tapi ya akhirnya kami move
on ke destinasi selanjutnya, Tangkuban Perahu. Harga tiket masuk untuk
weekend Rp. 30.000/org which is more expensive dari harga weekday yang hanya
Rp. 20.000. Di perjalanan menuju tempat yang penuh dengan legenda ini, kami pun
disuguhi pemandangan hutan lebat yang menyejukkan dan jalanan yang berliku. Sementara
di dalam kawasan ini, kami pun menyaksikan keasrian dan kesejukan panorama
pegunungan sambil duduk santai dan melihat keindahan kawah Ratu dan
teman-temannya ini. Hehe.
Sekelabat panorama indah kawah ratu |
Karena
masih ada tempat lain yang ingin kami kunjungi, kami pun meninggalkan Tangkuban
Perahu bergerak menuju Cikole (Wisata Hutan Pinus) yang sangat mudah
diakses karena memang terletak di tepi jalan. Kami beristirahat sejenak di sini
sambil terus menhirup udara segar dan menikmati pemandangan hutan pinus yang
menentramkan hati. Setelahnya, kami bergegas menuju kebun teh yang
berada di tepi-tepi jalan. Kami tak ingin melewatkan pemandangan indah ini
begitu saja. Kami pun memarkirkan motor dan masuk ke dalam perkebunan teh
sambil bergantian mengambil foto dan berpose. Subhanallah, sungguh indah dan
menyejukkan mata panorama hijau yang terhampar luas ini. Dari kebun teh, kami
menuju venue terakhir hari ini yaitu “Floating Market”. Untuk masuk ke
sini, kami merogoh kocek Rp. 20.000/org dan tiketnya pun dapat ditukar dengan
soft drink. Kami pun menghabiskan sore di tempat ini, mengeksplor keindahan rumah
terapung, keasrian konsep jajanan persawahan, kuliner pasar terapung dan
menyaksikan kegembiraan anak-anak bahkan orang dewasa yang sedang menikmati
berbagai wahana permainan di tempat ini.
Pohon pinus di kawasan hutan pinus Cikole |
Tea Plantation |
Suasana wahana bermain air di floating market |
Exploration- Day 3
Hari
ini kami ngebolang ke wilayah Bandung Timur yang letaknya lumayan jauh dari
kota Bandung. Perjalanan yang kami tempuh selama kurang lebih 2 jam menuju
Ciwidey tidaklah terasa karena kami sangat menikmati pemandangan hamparan sawah
dan kebun teh yang terhampar di sepanjang jalan. Kami pun sempat mampir di
pasar Ciwidey untuk sarapan dan beristrirahat sambil berfoto di mesjid raya
Ciwidey sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat wisata terkenal Kawah Putih.
Harga tiket masuk adalah Rp. 18.000/org dan untuk sampai ke danau tersebut,
saya dan teman saya naik ontang-anting dengan harga tiket Rp. 15.000/org. Ternyata,
tempat wisata ini diyakini sebagai tempat bermukimnya roh-roh para leluhur dengan bukti ditemukannya banyak
makam tua di kawasan ini.
Namun,
terlepas dari cerita mistis tersebut, Kawasan Kawah Putih memang memiliki panorama
yang luar biasa dengan air danau yang berwarna putih kehijauan dengan kombinasi
batu kapur yang ada di sekeliling danau kawah putih. Walau cuaca sangat sejuk
dan bau belerang sangatlah menusuk hidung, kami sangat betah duduk berlama-lama
memandangi danau ini. Setelah merasa cukup lama menghabiskan waktu di sini,
kami pun ke naik kembali untuk berfoto di kawasan hutan dan taman danau ini
juga tak lupa berpose di depan sign “kawah putih”. Kami pun kemudian tancap gas
menuju “kebun teh Rancabali”. Walaupum kemarin kami sudah pergi ke kebun
teh, tetap saja mata kami masih terpesona oleh keindahan view yang terhampar di
depan kami. Karena letak Ciwidey jauh dari tempat kami menginap, maka kami
memutuskan pulang sebelum ashar agar bisa beristirahat karena akumulasi
keletihan dari perjalanan-perjalanan kemarin dan hari ini.
The famous "Kawah Putih" |
Sebelum
kembali ke Jakarta di siang harinya, kami pun menyempatkan diri untuk
berjalan-jalan kedua kalinya di pusat kota Bandung sebagai pembalasan dendam
karena kunjungan pertama kami tidak bisa berpose puas di beberapa ikon kota
ini. Pagi itu akhirnya kami mendapatkan kesempatan untuk menikmati suasana kota di pagi hari yang
masih sepi. Kali ini kami berjalan menyusuri jalan utama kota ini dan berhenti
sejenak untuk mengcapture momen dan berpose di jalan Braga, di depan museum
konferensi Asia- Afrika, di depan monumen Asia-Afrika, di mesjid raya dan
alun-alun kota Bandung. Sebelum kami berangkat menuju stasiun, kami pun singgah
di pasar baru untuk hunting oleh-oleh yang bisa di bawa pulang untuk
keluarga dan teman-teman. Demikianlah perjalanan kami di Kota Bandung. Semoga
tulisan ini bisa bermanfaat bagi teman-teman yang ingin mengunjungi kota
kembang ini.
Alun-Alun Kota Bandung
|