Sunday, November 6, 2016

Bandung Episode



Ditengah-tengah kesibukan PDT, para awardee mendapatkan break Idul Fitri selama 2 minggu. Biasanya, tradisi mudik saat lebaran adalah hal yang dinanti-nanti oleh para perantau. Entah mengapa, keinginan saya untuk mudik sirna karena adanya misi untuk dapat berkeliling pulau Jawa (mumpung saya masih di Jakarta). Pilihan saya pun jatuh pada kota Bandung karena sering mendengar cerita dari teman dan media tentang indahnya alam dan tata kota Bandung. Hal yang saya lakukan saat memutuskan tidak mudik dan ingin menjelajah Bandung adalah mencari teman yang memiliki visi yang sama. Luckily, I found Umunnisa Hidayati(Awardee AAS yg juga berasal dr Aceh dan tidak memiliki hasrat mudik) yang akhirnya menjadi travelmate saya :)

Untuk transportasi, kami memilih moda kereta agar lebih nyaman dan terhindar dari macet akibat musim mudik. Tiket kereta dari Jakarta-Bandung kami beli melalui PT. KAI website dan berhasil membandrol tiket kereta kelas eksekutif dengan harga 100.000/one way /org.
Untuk memudahkan mobilitas selama di Bandung, kami menggunakan jasa Sava Rental Motor Bandung dan menyewa motor Scoopy dengan harga peak season Rp. 100.000/day. Jika low season, harga sewa hanya Rp. 70.000/hari. Biaya yang dibayarpun sudah include 2 helm, mantel hujan dan antar-jemput motor ke tempat yang diinginkan. Sangat memudahkan :)

Selanjutnya, kami pun mulai mencari-cari dan membanding-bandingkan beberapa akomodasi lewat traveloka dan akhirnya memutuskan untuk membooking Pagar Putih Guest House Syariah yang terletak di Jl. Cigadung Raya Timur.  Menurut saya, penginapan ini recommended banget untuk backpackers dan juga keluarga dengan budget yang tidak begitu besar (±Rp. 120.000/mlm/2 guests). Selain lokasinya yang strategis dan laundry juga tersedia(walaupun bayar, hehe), kamarnya bersih dan nyaman. Dan yang paling penting, guest house ini memiliki tempat parkir motor yang aman saat malam hari yang membuat kami tidak was-was dengan motor sewaan kami ;)
Akomodasi yang kami tempati selama di Bandung
Exploration does not start yet ;)
Jumat 8 Juli 2016 pukul 3 sore, kami pun langsung menghungi Sava rental motor untuk mengabari bahwa kami sudah sampai di stasiun Bandung dan meminta agar motor diantar ke stasiun. Tidak perlu menunggu lama, kami pun melakukan transaksi dan menyelesaikan segala keperluan administrasi. Dengan bermodalkan motor sewaan, akhirnya kami memulai per-bolang-an di Bandung, yeay!!!Walau sudah sore dan lelah di perjalanan, kami tidak mau menyia-nyiakan waktu dan langsung bergerak menuju kota Bandung setelah berhasil menemukan penginapan lewat bantuan GPS dan menaruh barang di penginapan. Berhubung masih dalam suasana lebaran, pengunjung kota Bandung saat itu sangat ramai mengakibatkan semua destinasi wisata di kawasan kota seperti Jl. Braga, Museum Asia-Afrika, Gedung Merdeka, Alun-Alun Bandung dan Mesjid Raya penuh sesak dan sulit sekali menemukan spot foto yang bagus juga pengunjung harus rela mengantri panjang hanya untuk sekedar mengabadikan moment. Saya dan teman saya akhirnya memutuskan untuk kembali ke penginapan di malam hari dengan harapan jumlah pengunjung akan berkurang. Faktanya, asumsi tinggallah asumsi dan kami pun harus merelakan diri untuk menikmati suasana malam kota Bandung yang penuh dengan keramaian. 

Suasana keramain malam di depan Mesjid Raya Bandung
Exploration – Day One (Sabtu, 9 Juli 2016)
Untuk menghindari macet di musim mudik seperti saat ini, saya dan teman saya memutuskan  untuk memulai perjalanan pagi-pagi sekali pukul 6.30 menuju gedung sate. Dan benar saja, di sana kamilah yang menjadi pengunjung pertama dan bebas berpose tanpa gangguan dari pengunjung lainnya. Hihi. Dari gedung sate, kami pun berjalan menuju Taman Lansia yang letaknya bersebrangan. Ramai masyarakat Bandung mulai dari anak-anak, remaja hingga orang tua sedang melakukan excercise di kawasan taman yang asri dan memang didesign untuk memotivasi masyarakat Bandung agar lebih rajin berolahraga. Setelah melakukan jogging dan menikmati bubur ayam yang dijual di kawasan Taman Lansia, kami kembali ke penginapan untuk beberes diri dan kemudian melanjutkan perbolangan ke kampus ITB. Di sana, kami menyempatkan diri untuk melaksanakan shalat dzuhur di mesjid fenomenal, mesjid Salman ITB,  sebelum mengeksplor mall “Paris Van Java” yang menurut saya konsepnya sangatlah unik. Design mall ini sangatlah modern dengan konsep “outdoor in indoor”. Setelah santap siang di Paris Van Java, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Cihampelas walk yang dikenal dengan Ciwalk. Tempat ini merupakan pusat perbelanjaan masyarakat Bandung yang waktu itu sangat penuh sesak dengan pengunjung sehingga menyebabkan jalanan macet. Karena terlalu ramai orang, kami memutuskan untuk tidak mengeksplor tempat ini, tapi tetap saja harus mendapatkan satu pose foto di depan tulisan Cihampelas Walk, hihi. Kemudian kami pun meneruskan laju motor ke destinasi selanjutnya yaitu UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) untuk melihat langsung kampus yang telah melahirkan banyak pendidik-pendidik berprestasi di Indonesia. Kampus ini sangatlah asri dan saya bisa membayangkan belajar di suasana yang senyaman ini pasti sangatlah kondusif. Setelah berfoto dan selfie2 di beberapa spot di kampus ini, azan magrib pun menggema dan kami menunaikan shalat jama’ qashar Magrib dan Isya’ di mesjid kampus UPI sebelum melanjutkan perjalanan ke bukit Punclut untuk melihat city light kota Bandung dari ketinggian. 
  Landscape Gedung Sate- Gedung Pemerintahan Jawa Barat
                            
Suasana pagi di Taman Lansia
Kampus UPI
Exploration – Day 2 (Minggu, 10 Juli)
Again, esok harinya, karena khawatir akan terjebak macet dan terlalu ramai pengunjung di tempat2 yang akan kami kunjungi,  kami memulai perjalanan pukul 6 pagi berhubung tujuan hari ini adalah kawasan Lembang yang notabene memang favorit destinasi bagi pengunjung lokal maupun mancanegara. Tujuan pertama kami adalah “Farm House” yang mengusung konsep pedesaan ala-ala Eropa. Harga tiket masuk Rp. 20.000 dan alhamdulillah bisa ditukarkan dengan susu. Di sini, banyak sekali spot-spot fotografi yang indah seperti rumah Hobbit, rumah dengan style Eropa, gembok cinta, kafe yang bergaya klasik, dan bahkan bisa berfoto dengan pakaian ala Eropa yang memang harus disewa terlebih dahulu (Kalau saya tidak salah, pada saat itu harga sewanya adalah Rp. 75.000). 
Spot foto di rumah Hobbit Farm House
Setelah puas cekrek sana-sini, kami bergegas menuju Bosscha Observatorium. Unfortunately, it was closed karena hari Minggu. Huhu. Salah kami juga karena tidak mengecek informasi terlebih dahulu tentang jadwal kunjungan, tapi ya akhirnya kami move on ke destinasi selanjutnya, Tangkuban Perahu. Harga tiket masuk untuk weekend Rp. 30.000/org which is more expensive dari harga weekday yang hanya Rp. 20.000. Di perjalanan menuju tempat yang penuh dengan legenda ini, kami pun disuguhi pemandangan hutan lebat yang menyejukkan dan jalanan yang berliku. Sementara di dalam kawasan ini, kami pun menyaksikan keasrian dan kesejukan panorama pegunungan sambil duduk santai dan melihat keindahan kawah Ratu dan teman-temannya ini. Hehe. 

Sekelabat panorama indah kawah ratu
Karena masih ada tempat lain yang ingin kami kunjungi, kami pun meninggalkan Tangkuban Perahu bergerak menuju Cikole (Wisata Hutan Pinus) yang sangat mudah diakses karena memang terletak di tepi jalan. Kami beristirahat sejenak di sini sambil terus menhirup udara segar dan menikmati pemandangan hutan pinus yang menentramkan hati. Setelahnya, kami bergegas menuju kebun teh yang berada di tepi-tepi jalan. Kami tak ingin melewatkan pemandangan indah ini begitu saja. Kami pun memarkirkan motor dan masuk ke dalam perkebunan teh sambil bergantian mengambil foto dan berpose. Subhanallah, sungguh indah dan menyejukkan mata panorama hijau yang terhampar luas ini. Dari kebun teh, kami menuju venue terakhir hari ini yaitu “Floating Market”. Untuk masuk ke sini, kami merogoh kocek Rp. 20.000/org dan tiketnya pun dapat ditukar dengan soft drink. Kami pun menghabiskan sore di tempat ini, mengeksplor keindahan rumah terapung, keasrian konsep jajanan persawahan, kuliner pasar terapung dan menyaksikan kegembiraan anak-anak bahkan orang dewasa yang sedang menikmati berbagai wahana permainan di tempat ini. 
Pohon pinus di kawasan hutan pinus Cikole
Tea Plantation
   Suasana wahana bermain air di floating market
Exploration- Day 3
Hari ini kami ngebolang ke wilayah Bandung Timur yang letaknya lumayan jauh dari kota Bandung. Perjalanan yang kami tempuh selama kurang lebih 2 jam menuju Ciwidey tidaklah terasa karena kami sangat menikmati pemandangan hamparan sawah dan kebun teh yang terhampar di sepanjang jalan. Kami pun sempat mampir di pasar Ciwidey untuk sarapan dan beristrirahat sambil berfoto di mesjid raya Ciwidey sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat wisata terkenal Kawah Putih. Harga tiket masuk adalah Rp. 18.000/org dan untuk sampai ke danau tersebut, saya dan teman saya naik ontang-anting dengan harga tiket Rp. 15.000/org. Ternyata, tempat wisata ini diyakini sebagai tempat bermukimnya roh-roh  para leluhur dengan bukti ditemukannya banyak makam tua di kawasan ini. Namun, terlepas dari cerita mistis tersebut, Kawasan Kawah Putih memang memiliki panorama yang luar biasa dengan air danau yang berwarna putih kehijauan dengan kombinasi batu kapur yang ada di sekeliling danau kawah putih. Walau cuaca sangat sejuk dan bau belerang sangatlah menusuk hidung, kami sangat betah duduk berlama-lama memandangi danau ini. Setelah merasa cukup lama menghabiskan waktu di sini, kami pun ke naik kembali untuk berfoto di kawasan hutan dan taman danau ini juga tak lupa berpose di depan sign “kawah putih”. Kami pun kemudian tancap gas menuju “kebun teh Rancabali”. Walaupum kemarin kami sudah pergi ke kebun teh, tetap saja mata kami masih terpesona oleh keindahan view yang terhampar di depan kami. Karena letak Ciwidey jauh dari tempat kami menginap, maka kami memutuskan pulang sebelum ashar agar bisa beristirahat karena akumulasi keletihan dari perjalanan-perjalanan kemarin dan hari ini. 
  The famous "Kawah Putih"
Last Day
Sebelum kembali ke Jakarta di siang harinya, kami pun menyempatkan diri untuk berjalan-jalan kedua kalinya di pusat kota Bandung sebagai pembalasan dendam karena kunjungan pertama kami tidak bisa berpose puas di beberapa ikon kota ini. Pagi itu akhirnya kami mendapatkan kesempatan  untuk menikmati suasana kota di pagi hari yang masih sepi. Kali ini kami berjalan menyusuri jalan utama kota ini dan berhenti sejenak untuk mengcapture momen dan berpose di jalan Braga, di depan museum konferensi Asia- Afrika, di depan monumen Asia-Afrika, di mesjid raya dan alun-alun kota Bandung. Sebelum kami berangkat menuju stasiun, kami pun singgah di pasar baru untuk hunting oleh-oleh yang bisa di bawa pulang untuk keluarga dan teman-teman. Demikianlah perjalanan kami di Kota Bandung. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi teman-teman yang ingin mengunjungi kota kembang ini.
Alun-Alun Kota Bandung


Saturday, July 16, 2016

First Month of Pre-Departure Training at IALF Jakarta (The Excitement)



The PDT (Pre-Departure Training) for 4,5 Monthers starts on 23 May 2016. We were divided into three classes depend on our field of study. M1 belongs to those with the economic background; M2 is for science while M3 is for awardees from social area. Since I’m going to pursue master in TESOL, I was assigned to be in 4,5M3 along with 8 other awardees (Rita, Umunnisa, Bang Rizal and I are from Aceh, Bang Andy is from Padang, Baim is from Malang, Heny is from Kendal, Mbak Tika and Mas Fajar are from Jakarta). 

It was a pleasure to be in a group with people who are different from you in many aspects. Although nine of us belong to social field, we choose diverse specific subjects. Bang Rizal and I, for instance, are going to study TESOL while Rita, Henny, and Bang Andy are taking Master of Education. Meanwhile, Mba Tika and Umunnisa are planning to study disaster management; Baim is pursuing Master of Law and Mas Fajar is intending to attend master of communication. Besides, we were also introduced to the teachers who will facilitate us with their expertise during the training such as Simon Hotchkiss as our core class teacher, Barbara as our cross-cultural understanding teacher, Simone as our study skill facilitator and Bu Rina as well as Pak Adi as our computer facilitators. 

I was overwhelmed by remembering names of classmates and the map of the building initially since it was hard for me to remember people’s names quickly and I am lack of spatial remembrance ;) but then I get used to it after couple of weeks . The learning atmosphere was so fun and engaging since our core teacher incorporated technology and excellent teaching approaches in the learning process. He emphasized us to read and write more since those two skills are pivotal in order to prepare ourselves for IELTS and Australian academic setting. He taught us how to take notes during a lecture by encouraging us to use symbols or abbreviations and drilled us how to use it effectively. To make us accustomed to reading, he required us to read at least 15 minutes every day. Therefore, he assigned us to read an article from a printed newspaper or an online one and then summarize it in our own words. Every after reading and summarizing a new article, we have to post them in our padlet account so that he and everyone in the class could see and exchange what we read and wrote. 

For me, the highlight of the first month was our outing which was initiated by the mentors. Yeay, the entire 4,5 monthers visited the national museum on 2 June 2016 exactly in our second week of training. It was such an awesome tour since we were able to expand our insights about our own heritage and culture as well as strengthen our bond as a team. Here is the group picture :)


I would say that the first month of PDT was full of excitements since the whole world is new. I was so excited to get to know my new classmates and teachers,  explore new places and facilities to learn,  find out about where to shop and figure out the public transportation system in Jakarta.  Although I found it challenging at first to adjust to a new routine and environment, thankfully I was able to manage all of them in the end.

Saturday, June 18, 2016

My AAS Journey - Part 3



Tes wawancara dan IELTS telah saya lewati. Yang bisa saya usahakan selanjutnya adalah berdoa dan berdoa. Tak lupa, saya pun meminta orang tua, kakak, abang dan teman-teman  saya untuk mendoakan agar saya lulus. Saat- saat penantian pengumuman ini benar-benar saat tergalau.

Minggu pertama dan kedua setelah wawancara, hasil tak kunjung keluar. Pada minggu ke tiga terdengar kabar bahwa ada kandidat yang sudah mendapat email dari AAS. Saya pun berkali-kali mengecek email saya pada hari itu, namun saya tidak menemukan email apapun dari AAS. Saya berpikir, mungkin kali ini bukan rezeki saya dan saya harus ikhlas. Cek dan ricek, ternyata berita ini hoax dan AAS belum mengeluarkan pengumuman apapun. Kembali,  saya pun berharap, akan tetapi kali ini saya sudah siap dengan hasil apapun yang akan saya terima nantinya. Hope for the best, prepare for the worst. 

Sore tanggal 10 Februari 2016, sesaat setelah menyelesaikan shalat ashar, saya melihat ada email baru di inbox email saya. Tak sabar, saya langsung membuka email tersebut dan sentak mata saya pun langsung terbelalak saat melihat subjek emailnya; Australia Award Indonesia 2016 – Selection Outcome. Senang dan haru datang bersamaan. Finally, All hardwork paid off. Saya pun sujud syukur karena impian saya untuk belajar di negeri Kangguru ini sesaat lagi menjadi nyata. 
 Di email tersebut, saya pun dinyatakan akan mengikuti Pre Departure di Jakarta selama 4,5 bulan karena saya harus meningkatkan nilai IELTS. Yeay, I’m ready for the journey in Jakarta! :)