Kegalauan
tidak terhenti bahkan semakin menjadi-jadi setelah menerima undangan interview
JST dan tes IELTS dari pihak AAS. Saya memiliki waktu 7 minggu untuk
mempersiapkan diri. Saya pun mulai bertekad untuk “make the most of it”.
Pada
saat pengumuman kelulusan ini diumumkan, kebetulan saya sedang dalam masa akhir
pembekalan bahasa yang diadakan oleh pihak LPSDM (Lembaga Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia) Aceh di kota Banda Aceh. Minggu pertama dan kedua pengumuman saya
masih fokus pada persiapan IELTS, akan tetapi saat pembekalan berakhir,
konsentrasi saya pun mulai buyar karena saya sudah harus kembali mengajar di
Lhokseumawe. Saat menuju JST pun hanya tinggal 5 minggu lagi. Disertai dengan
kesibukan mengajar saya yang waktu itu mencapai 28 jam/minggu dan tanggung
jawab mengurusi perlombaan dan ekstrakurikuler yang diikuti siswa, saya
benar-benar kelabakan. Rasanya 24 jam dalam sehari tidaklah cukup.
Selama
2 minggu berturut-turut saya hanya membrowsing
pengalaman-pengalaman alumni saat interview, mencari pertanyaan-pertanyaan yang
kemungkinan besar akan ditanya juga menanyakan tips-tips lulus wawancara kepada
beberapa AAS awardees dan alumni yang saya kenal. Saya pun mengesampingkan berlatih
IELTS pada saat itu karena memang terkendala dengan waktu dan tidak ada teman
belajar (tidak patut ditiru >.< ).
Hingga
pada akhirnya di minggu ke 5 , salah seorang teman bernama Liza Yulianti yang masuk
shorlisted AAS juga mengabari saya bahwa ada temannya shorlisted lain yang berdomisili
di Matang Glumpang Dua sedang mencari teman belajar IELTS untuk persiapan tes. Saya
pun meminta kontak temannya dan kami pun mulai mengatur waktu untuk bertemu. Dari
pertemuan ini, kami pun sepakat untuk mempersiapkan diri bersama untuk
menaklukkan IELTS dan juga wawancara. Terkadang, Rita yang harus datang menemui
saya di pesantren tempat saya mengajar atau saya menemui Rita di rumahnya atau
bahkan kami berdua sepakat untuk bertemu di Geurugok (sebagai lokasi tengah). Hal
ini rutin kami lakukan sampai pada hari H itu pun datang.
Tanggal
8 Januari 2016, saya mulai mengikuti tes speaking IELTS. Karena abjad nama saya
dimulai dengan huruf “A”, maka saya pun menjadi kandidat pertama yang
dipanggil. Alhamdulillah, speaking tes berjalan dengan lancar. Esoknya, saya
dan seluruh para shortlisted mengikuti listening, reading dan writing IELTS. Semua
rangkaian tes ini selesai pada pukul 12 siang dan saya pun masih memiliki waktu
satu hari free untuk persiapan wawancara.
Pada
hari H wawancara, kembali saya pun menjadi kandidat pertama yang dipanggil di hari kedua wawancara. Pada
awalnya, saya agak sedikit tegang, lalu kemudian mulai mencair perlahan seiring
diskusi yang berlangsung dan guyonan yang dilontarkan para interviewer. Lebih tepatnya, wawancara pada saat itu lebih seperti diskusi karena
saya bisa dengan leluasa dan nyaman menyampaikan visi misi saya dan menjawab
pertanyaan para interviewer. Basically, hampir
semua pertanyaan yang ditanyakan kepada saya pada saat itu bersangkutan dengan
essay yang telah saya submit. Ada juga beberapa hal lain di luar essay yang ditanyakan, tapi kesemuanya berhubungan
dengan diri kita dan cara pandang kita terhadap sesuatu.
Berikut
beberapa pertanyaan dari interviewers yang masih saya ingat:
1. Why do you
choose TESOL as your major?
2. Why do you
prefer Monash and Daekin?
3. What is the
picture of you 10 years later?
4. Tell us your
experience when you lead an event or anything!
5. What is a
leader? What should a leader have?
6. What challenges
you faced when you were in undergraduate program?
7. How do you
keep yourself learning?
8. How will you
overcome Islamophobic?
9. Etc.